Stock Split adalah aksi korporasi yang dilakukan perusahaan yang telah Go Public atau telah listing di Bursa Efek Indonesia untuk memecahkan nilai nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil, dengan cara memecahkan selembar saham menjadi beberapa lembar saham dengan persetujuan para pemegang saham yang diselenggarakan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Ilustrasi mudah untuk menggambarkan stock split adalah sebagai berikut: jika kita memiliki uang Rp.100.000 sedangkan disisi lain kita membutuhkan uang receh Rp.10.000 untuk keperluan, akhirnya kita harus menukarkan/memecahkan uang Rp.100.000 tersebut ke toko atau penjual retail terdekat. Dengan demikian rasio pemecahan uang itu adalah 1:1. Dengan melakukan penukaran uang ini, sekarang kita memiliki uang Rp.10.000 sebanyak 10 lembar.
Jika ilustrasi di atas kita terapkan pada investasi saham, maka ketika sebuah emiten mengumumkan akan melakukan sock split 1:5 dan harga saham nya saat itu Rp.7.000 per lembar, maka setelah stock split terjadi harga sahamnya menjadi Rp.1.400. Sedangkan investor yang sedang memegang saham tersebut, misalkan awalnya memiliki 100 lembar sekarang berubah menjadi 500 lembar saham.
Stock Split dibagi menjadi dua jenis :
1. Stock Split
Pengertian Stock Split adalah penurunan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misalnya stock split dengan pemecahan 1:2 maksudnya adalah setiap satu lembar saham lama ditukar dengan dua lembar saham baru setelah stock split.
Umumnya aksi korporasi ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan fundamental yang baik dengan harga saham yang tinggi. Beberapa tujuan dari stock split adalah:
a. Saham bisa jadi lebih likuid
Dengan memecah harga sahamnya jadi lebih kecil, saham-saham perusahaan mereka akan menjadi lebih likuid dan sering diperdagangkan oleh investor di bursa.
Sebelumnya, saham jarang di transaksikan oleh investor, karena memiliki harga yang mahal secara nominal. Di lain pihak, semakin banyaknya jumlah saham setelah stock split maka semakin banyak ditransaksikan oleh trader.
b. Investor kecil/ritel bisa masuk
Investor ritel ini, biasanya memiliki modal yang terbatas. Jika suatu saham meskipun secara teknikal bisa menghasilkan profit, tetapi karena harga sahamnya kelewat mahal, maka invetor ritel ini tidak jadi membeli saham tersebut karena keterbatasan modal.
c. Risiko investor jadi lebih kecil
Dengan adanya stock split, otomatis risiko investor juga akan mengecil. Mari kita lihat contoh kasus di atas di mana saham seharga Rp 7.000 per lembar mengalami stock split 1:5 hingga jadi Rp 1.400 per lembar. Ketika investor atau trader harus melakukan cut loss untuk mengambil sebagian modalnya, maka kerugian yang mereka alami pun bisa lebih kecil karena harga saham per lembarnya juga murah.
Pada dasarnya tujuan dari emiten melakukan stock split adalah untuk menaikan bobot saham emiten dalam bursa. Dengan harga yang lebih murah diharapkan lebih terjangkau oleh semua kalangan. Namun harga yang murah belum tentu menarik investor ritel untuk membelinya. Contohnya pada emiten PT. Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA) yang melakukan aksi stock split pada bulan Mei 2019. Saham TOBA ini setelah stock split malah semakin di jauhi investor karena ada sentiment negatif pada sektor batu bara. Intinya aktivitas stock split ini tidak akan memperkuat segi fundamental perusahaan karena tidak ada perubahan struktur permodalan.
2. Reverse Stock Split
Pengertian Reverse Stock Split adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dengan mengurangi jumlah saham yang beredar. Misalnya Reverse Stock Split dengan penggabungan 2:1 maksudnya adalah setiap lima lembar saham lama ditukar dengan satu lembar saham baru setelah reverse stock split.
Jika stock split adalah pemecahan, maka stock reverse adalah “pemampatan saham.” Intinya, saham sebuah perusahaan yang tersebar akan berubah jadi makin sedikit, dan nilainya justru akan makin mahal.
Kembali lagi ke ilustrasi di atas, Jika kita menukarkan Kembali uang Rp 10.000 tersebut dengan selembar uang Rp. 100.000, maka jumlah secara fisik akan berkurang dari 10 lembar menjadi 1 lembar. Tetapi secara Nilai tukar masih sama sebesar Rp. 100.000. Jika ilustrasi ini di terapkan pada emiten bursa di BEI, maka emiten yang telah melakukan reverse stock split jumlah saham yang beredar akan berkurang dari sebelumnya.
Tujuan Reverse Stock Split
Bila stock split dilakukan ketika harga saham sudah naik terlalu tinggi agar menjadi rendah dan terjangkau oleh investor, maka sebaliknya, reverse stock split dilakukan ketika harga saham turun terus dan terancam delisting (penghapusan) dari bursa. Bursa Efek Indonesia sendiri menerapkan aturan batas bawah minimum adalah Rp50 per lembar saham.
a. Memulihkan citra di depan investor
Harga suatu saham bisa terjun bebas ke harga yang sangat terendah entah karena suatu sentiment atau perubahan fundamental perusahaan tersebut. Jika hal ini terjadi, maka kepercayaan investor pada emiten tersebut semakin menurun. Besar kemungkinan jika harga suatu saham terlampau murah, akan hilang kepercayaan investor pada perusahaan tersebut. Reverse stock split ini lah yang digunakan emiten untuk kembali menaikan kepercayaan para investor.
b. Sebagai aksi penyelamatan
Selain menarik investor, stock reverse juga berguna untuk menyelamatkan emiten agar tetap bisa listing di bursa efek. Ketika harga saham jatuh ke level yang terlalu rendah, maka saham tersebut sangat rentan dengan tekanan pasar. Apalagi bursa punya batas minimum persyaratan pencatatan. Jika nominal saham di emiten itu berkurang, maka potensi delisting juga cukup besar.
c. Mengurangi jumlah pemegang saham
Tujuan lain emiten melakukan ini adalah untuk mengurangi jumlah pemegang saham. Semakin sedikit pemegang saham, maka likuiditas umumnya berkurang namun arah jalannya perusahaan bisa lebih mudah ditentukan karena pemegang saham juga bisa mempengaruhi setiap kebijakan perusahaan. Pengurangan jumlah pemegang saham juga menunjukkan bahwa perusahaan itu justru berniat untuk go private ketimbang go publik.
4. Mengincar investor besar
Jika stock split bertujuan untuk membidik investor kecil, reverse stock ini justru sebaliknya. Yang mereka bidik adalah investor berdana besar sekelas institusi atau perusahaan tidak perorangan.
Berikut ini beberapa istilah yang sering digunakan saat terjadinya aksi korporasi stock split. Stock split rasio, atau rasio pemecahan saham, yaitu perbandingan jumlah saham baru terhadap saham lama. Cumdate (RG, NG), yaitu tanggal terakhir perdagangan saham dengan nilai nominal lama di bursa. Exdate (RG, NG) atau Splitting Date, Tanggal dimulainya perdagangan saham dengan nilai nominal baru di bursa. Recording Date, Tanggal terakhir dilakukannya penyelesaian transaksi dengan nilai nominal lama.
Dari dua aksi korporasi ini -Stock Split dan Reverse Stock Split- aksi mana yang lebih menguntungkan dan merugikan investor.
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita kembali ke pengertian terhadap dua hal tersebut. Secara ringkasnya Stock Split itu dari satu menjadi banyak dan Reverse Stock Split itu dari banyak menjadi satu. Dari pengertian tersebut tentu masing-masing mempunyai positif dan negatifnya. Berikut positif dan negatifnya :
Positif :
Stock Split : Jumlah lembar saham yang dimiliki menjadi lebih banyak. Reverse Stock Split : Terhindar dari ancaman delisting (penghapusan)
Negatif :
Stock Split : Jika tidak menambah persentase kepemilikan, maka akan terkena dilusi (pengurangan kepemilikan). Reverse Stock Split : Jumlah lembar saham yang dimiliki menjadi berkurang
Dari perbandingan diatas, dapat disimpulkan bahwa Stock Split adalah yang lebih menguntungkan bagi para investor dibandingkan dengan reverse stock split.
Itulah serba-serbi seputar stock split yang harus diketahui para investor saham. Intinya adalah, stock split atau stock reverse adalah perubahan harga, bukan perubahan fundamental perusahaan terkait.
Ketika sahamnya makin murah, maka jumlah saham yang beredar juga makin besar dan likuiditas bertambah. Sementara itu jika makin mahal, maka likuiditas pasti berkurang dan jumlah sahamnya makin sedikit.